Rabu, 06 Januari 2010

ibu

Suatu hari ada seorang bayi yang akan dilahirkan ke dunia. Sang bayi bertanya kepada Tuhan, “Para malaikat mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tapi bagaimana cara saya hidup di sana, saya begitu kecil dan lemah?”
Tuhan menjawab “Saya telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu. ”
Sang bayi berkata “Tapi disini….., di Surga…., yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. ini sudah cukup bagi saya untuk berbahagia.”
Tuhan menjawab lagi “Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan menjadi lebih bahagia.”
Sang bayi bertanya lagi “Dan bagaimana saya bisa mengerti saat orang-orang berbicara kepadaku, saya tidak mengerti bahasa mereka?”
Tuhan menjawab “Malaikatmu akan berbicara kepadamu dengan bahasa yang paling indah yang pernah kamu dengar; dan dengan penuh kesabaran dan perhatian dia akan mengajarkan bagaimana kamu berbicara.”

“Saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat, siapa yang akan melindungi saya?”
“Malaikatmu akan melindungimu, walaupun hal itu mengancam jiwanya.”
“Pasti saya akan merasa sedih karena tidak melihatMU lagi.”
“Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku, dan akan mengajarkan kepadamu bagaimana agar kau bisa kembali kepadaKu, walapun sesungguhnya Aku selalu berada disisimu.”
Saat itu Surga begitu tenangnya sehingga suara dari bumi dapat terdengar, dan sang anak bertanya perlahan kepada Tuhan, “Tuhan… jika saya harus berangkat sekarang, bisakah Engkau memberi tahu aku nama malaikat tersebut?”

Jawab Tuhan “Kamu akan memanggil malaikatmu.. ..Ibu…”

kenanglah ibu yang menyayangimu....
untukj ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi...
ingatkah engkau, ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu,,,
ingatkah engkau, ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu dan ingatkah engkau menetes dari meta ibumu saat melihatmu sakit???
jenguklah ibumu yang selalu menantukan kepulanganmu dirumah tempat kau dilahirkan..
kembalilah dan memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyummu...

jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan dimasa yang akan datang ketika ibumu telah tiada..

tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita...
tak ada lagi senyuman yang indah...

yang ada hanya kamar kosong tanpa penghuninya,,,
yang ada hanya baju yang tergantung di lemari kamarnya,,,
tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata, mendoakan mu di setiap nafasnya,,

sobat, jenguklah ibumu yang selalu menyayangimu dan merindukanmu,,,,
berikan lah yang terbaik di akhir hayatnya,,,
kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya,,,,

ibu,,,maaf kan aku,,,sampai kapanpun jasamu tak akan terbalaskan...

positif dalam persahabatan

Yang engkau alami selama ini …

Hal yang sangat menyedihkan adalah saat kau jujur pada temanmu, dia berdusta padamu...
Saat dia telah berjanji padamu, dia mengingkarinya....
Saat kau memberikan perhatian, dia tidak menghargainya...

Hal yang sangat menyakitkan adalah saat kau mengirimkan e-mail pada temanmu, dia menghapus tanpa membacanya...
Saat kau membutuhkan jawaban dari e-mailmu, dia tidak menjawab dan mengacuhkannya...
Saat bertemu dengannya dan ingin menyapa, dia pura2 tidak melihatmu...
Saat kau mencintainya dengan tulus tapi dia tidak mencintamu...
Saat dia yang kau sayangi tiba2 memutuskan hubungannya denganmu...

Hal yang sangat mengecewakan adalah kau dibutuhkan hanya pada saat dia dalam kesulitan...
Saat kau bersikap ramah, dia terkadang bersikap sinis padamu...
Saat kau butuh dia untuk berbagi cerita, dia berusaha untuk menghindarimu...

Jangan pernah menyesali atas apa yang terjadi padamu...

Sebenarnya hal-hal yang kau alami sedang mengajarimu...
Saat temanmu berdusta padamu atau tidak menepati janjinya padamu atau dia tidak menghargai perhatian yang kau berikan....
Sebenarnya dia telah mengajarimu agar kau tidak berprilaku seperti dia...

Saat temanmu menghapus e-mail yang kau kirim sebelum membacanya atau saat bertemu dengannya dan ingin menyapa, dia pura2 tidak melihatmu...
Sebenarnya dia telah mengajarkanmu agar tidak berprasangka buruk & selalu berpikiran positif bahwa mungkin saja dia pernah membaca e-mail yang kau kirim... atau mungkin saja dia tidak melihatmu...

Dan saat dia tidak menjawab e-mailmu...
Sebenarnya dia telah mengajarkanmu untuk menjawab e-mail temanmu yang membutuhkan jawaban walaupun kau sedang sibuk dan jika kau tidak bisa menjawabnya katakan kalau kau belum bisa menjawabnya jangan biarkan e-mailnya tanpa jawaban karena mungkin dia sedang menunggu jawabanmu...

Saat kau mencintainya dengan tulus tapi dia tidak mencintaimu atau dia yang kau sayangi tiba2 memutuskan hubungannya denganmu...
Sebenarnya dia sedang mengajarimu untuk menerima rencanaNya...

Saat kau bersikap ramah tapi dia terkadang bersikap sinis padamu...
Sebenarnya dia sedang mengajarimu untuk selalu bersikap ramah pada siapapun...

Saat kau butuh dia untuk berbagi cerita, dia berusaha untuk menghindarimu...
Sebenarnya dia sedang mengajarimu untuk menjadi seorang teman yang bisa diajak berbagi cerita, mau mendengarkan keluhan temanmu dan membantunya...

Bila kau dibutuhkan hanya pada saat dia sedang dalam kesulitan...
Sebenarnya juga telah mengajarimu untuk menjadi orang yang arif & santun, kau telah membantunya saat dia dalam kesulitan...

Begitu banyak hal yang tidak menyenangkan yang sering kau alami atau bertemu dengan orang2 yang menjengkelkan, egois dan sikap yang tidak mengenakkan...
Dan betapa tidak menyenangkan menjadi orang yang dikecewakan, disakiti, tidak dipedulikan/dicuekin, tidak dihargai, atau bahkan mungkin dicaci dan dihina...

Sebenarnya orang2 tsb. sedang mengajarimu untuk melatih membersihkan hati & jiwa, melatih untuk menjadi orang yang sabar dan mengajarimu untuk tidak berprilaku seperti itu...

Mungkin Tuhan menginginkan kau bertemu orang dengan berbagai macam karakter yang tidak menyenangkan sebelum kau bertemu dengan orang yang menyenangkan dalam kehidupanmu dan kau harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia itu yang telah mengajarkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu...

menangis untuk adik

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.” Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?

Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.

“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!” “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, Kakakku.

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

hati terindah

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, sebuah suara dari langit pun terbentang ” Mengapa hatimu masih belum seindah hati pak Tua itu ?”. Kerumunan orang-orang dan pemuda itu pun menjadi kaget dan lekas-lekas pergi melihat pak tua yang tidak jauh dari sana. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Pemuda itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin hati pak tua itu bisa lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa ” Anda pasti bercanda, pak tua”, katanya, “bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan”. ” Ya”, kata pak tua itu, ” hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan.

Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan - - memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?”

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.

cintailah ibumu

Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya.Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”

“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu.

“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

“Ada apa nona?” tanya si pemilik kedai.

“Tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! Tetapi… ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang lalu berkata:

“Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”

Ana terhenyak mendengar hal tsb.

“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal , aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah

“Ana, kau sudah pulang. Cepat masuklah, telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang”

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita

Jumat, 01 Januari 2010

Seekor burung betina terkapar di pelataran dengan kondisi tubuh yang parah.

-


Pasangan jantannya membawakan makanan kepada sang betina dengan kasih sayang dan haru.

-


Ketika sang jantan sedang memberi makan kepadanya, tak lama kemudian sang betina mati terkulai. Sang jantan sangat terpukul dan berusaha mengangkatnya.

-


Sang burung jantan akhirnya menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah mati. Ia kemudian “menangis” di hadapan pujaannya yang telah terkapar mati kaku.

-


Sambil berdiri di samping tubuh sang burung betina, sang jantan kemudian “berteriak” dengan suara yang sangat menyedihkan.

-


Akhirnya sang burung jantan menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah meninggalkannya dan tak akan bisa hidup kembali bersamanya. Ia berdiri disamping tubuh sang betina dengan sedih dan duka yang mendalam.

-

Pasangan burung ini dikabarkan diambil fotonya di suatu wilayah di negara Republik Ukraina, saat burung jantan tersebut sedang berusaha menyelamatkan pasangan betinanya. Jutaan orang di Amerika dan Eropa meneteskan air matanya setelah menyaksikan foto-foto ini.

-

Kekuatan dibalik Kelemahan - Sebuah Renungan

Dalam kehidupan keseharian kita, seringkali kita menemukan orang-orang yang memiliki kelemahan dan keterbatasan fisik berada di sekitar kita. Terkadang kita menemukannya di emperan-emperan kaki lima, di pintu masuk supermarket, di jembatan penyeberangan, di trotoar, di lampu merah, di stasiun kereta, di stasiun pengisian bahan bakar, dan masih banyak lagi tempat lainnya.

Diantara sekian banyak orang-orang yang memiliki keterbatasan secara fisik, secara umum mereka terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah mereka yang menyerah dengan keterbatasn fisik yang mereka alami. Mereka yang terus menyesalkan mengapa mereka memiliki kelemahan di dalam diri mereka. Mereka yang terus larut di dalam kekecewaan, menyesali hidup dan terus menyalahkan diri sendiri dan bahkan menyalahkan Sang Pencipta atas keterbatasan fisik yang mereka alami. Implikasi dari hal ini semua, mereka menjadi orang-orang yang lemah yang hanya meratapi nasib dan tidak memiliki daya juang yang tinggi dalam hidup mereka. Golongan seperti inilah yang memenuhi tempat-tempat umum untuk menjadi peminta-minta, memelas iba dari setiap orang demi menyambung hidup mereka dari hari ke hari.

Golongan kedua adalah mereka yang terus berjuang menghadapi segala kelemahan dan keterbatasan fisik yang mereka alami. Mereka yang berjuang menghadapi kelemahan mereka, bahkan membuat kelemahan itu menjadi kekuatan lain. Mereka selalu memandang hidup dengan penuh semangat. Hidup mereka penuh daya juang. Dengan segala keterbatasan yang mereka miliki mereka mampu berprestasi dan bahkan mendatangkan manfaat bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Orang-orang yang memiliki kelemahan dan keterbatasan fisik pada golongan kedua inilah yang seringkali membuat saya merasa takjub. Ada kekuatan dibalik kelemahan dan keterbatasan yang mereka miliki. Beberapa bulan yang lalu Kick Andy pernah menayangkan profil seseorang yang bernama Sugeng Siswoyudhono pada episode “Berbagi Dalam Keterbatasan”. Sosok pria asal Mojokerto ini membuat saya begitu takjub. Sugeng mengalami kecelakaan motor ketika berusia 19 tahun. Kecelakaan itu telah mengakibatkan salah satu kakinya harus diamputasi. Kejadian ini ternyata tidak membuatnya patah semangat dan meratapi hidup. Kecelakaan ini ternyata tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berprestasi dalam hidup. Soegeng kini larut dalam aktifitasnya memberikan manfaat bagi orang lain dengan kemampuan membuat kaki palsu yang dimilikinya. Senyum keceriaan dan semangat hidup yang berkobar selalu tampak dalam aktifitas kesehariannya. Semangat hidupnya yang begitu tinggi juga telah menarik perhatian salah satu industri jamu untuk menjadikan Soegeng sebagai bintang iklan.

Kisah lainnya yang sangat menggugah adalah tentang kasih sayang dan rasa cinta seorang ibu bernama Woo Kap Sun yang memiliki seorang anak yang tidak sempurna secara fisik. Diperlukan ketahanan bathin yang sangat kuat dari seorang Woo Kap Sun untuk menerima kenyataan atas ketidaksempurnaan buah hatinya yang harus diterimanya dari sang Pencipta. Sang buah hati yang bernama Hee Ah Lee ternyata mengalami lobster claw syndrome. Anak yang dilahirkan oleh Woo Kap Sun ternyata hanya memiliki empat jari, masing-masing dua jari pada kedua tangannya, dan begitu juga dengan kedua belah kakinya. Ujian hati dan kesabaran mental ternyata tidak hanya sampai disitu, Hee Ah Lee, sang buah hati tercinta juga mengalami keterbelakangan mental. Untuk melakukan proses perhitungan matematis yang sangat sederhana sekalipun Hee Ah Lee tak sanggup.

Rasa cinta dan kasih sayang yang amat tinggi ditambah lagi dengan rasa syukur atas karunia Tuhan karena ia telah dianugerahi seorang anak setelah tujuh tahun menikah ternyata menjadi dasar yang kuat bagai Woo Kap Sun untuk menerima dengan ikhlas pemberian Tuhan meskipun dengan keterbatasan fisik. Ibu manapun tentu tak mengiginkan putra atau putrinya lahir dengan ketidaksempurnaan, namun Woo Kap Sun tetap menerima dengan rasa keikhlasan yang tinggi meskipun sebagian keluarganya menentang kehadiran Hee Ah Lee yang dianggap sebagai suatu aib. Dengan tegar Woo Kap Sun membesarkan putrinya dengan penuh rasa cinta, kasih sayang dan kesabaran. Woo Kap Sun kemudian melatih Hee Ah Lee bermain piano untuk memperkuat otot-otot jemarinya. Latihan ini ternyata telah membuka kekuatan yang terpendam dalam diri anaknya. Tahun demi tahun dilalui dengan kesabaran. Woo Kap Sun akhirnya benar-benar berhasil mengungkap sebuah mutiara yang terpendam dalam diri putrinya, Woo Kap Sun berhasil menemukan kekuatan dibalik kelemahan yang dimiliki oleh Hee Ah Lee. Hee Ah Lee kini berhasil menjadi seorang pianis empat jari. Hee Ah Lee diundang untuk tampil pada berbagai konser yang digelar di negara asalnya Korea Selatan maupun di luar negeri. Hanya dengan empat jari, Hee Ah Lee mampu memainkan lagu-lagu klasik yang sangat rumit bahkan jika dimainkan oleh pianis berjari normal sekalipun. Sungguh suatu hal yang luar biasa. Semua itu adalah buah dari kesabaran, cinta kasih dan keikhlasan dalam menerima segala anugerah Tuhan ditambah dengan ketekunan dari seorang ibu dalam membimbing seorang putrinya.

Saya merasa amat sangat tersentuh ketika melihat sosok individu yang memiliki berbagai keterbatasan baik berupa fisik maupun mental namun mereka begitu bersemangat dan optimis dalam menghadapi kehidupan. Ajang Olympiade Paralimpic yang digelar bagi mereka-mereka yang memiliki keterbatasan fisik benar-benar menggugah perasaan saya. Sungguh suatu hal yang luar biasa ketika saya melihat seorang atlit dengan satu kaki mampu melakukan lompat tinggi, dengan rasa percaya diri yang luar biasa dan berhasil dengan sukses. Kemudian ada juga seorang atlit renang dengan tangan sebatas siku namun mampu melakukan gerakan renang yang sempurna menyerupai seorang atlit normal.

Sungguh suatu ironi, Jika kita sebagai manusia yang dianugerahi kesempurnaan fisik tetapi tidak mampu menggali potensi dan kekuatan yang ada pada diri kita masing-masing. Kita sungguh amat malu dengan individu-individu yang memiliki berbagai keterbatasan, namun mereka mampu mendobrak keterbatasan yang dimilikinya sehingga muncul kekuatan yang luar biasa. Mereka-mereka inilah yang termasuk pada golongan yang yang terus mendobrak menghadapi segala kekurangan dan keterbatasan fisik dan mental yang mereka alami. Mereka yang berjuang keras dalam menghadapi kelemahan mereka, bahkan membuat kelemahan itu menjadi sebuah kekuatan. Sikap mental seperti inilah yang harus kita miliki. Sebagai manusia sempurna amat sangat menyedihkan jika kita selalu mengeluh dalam kehidupan. Kita memiliki modal dasar yang amat sangat tak ternilai dalam kehidupan ini yaitu kesempurnaan fisik. Mari kita manfaatkan semaksimal mungkin kesempurnaan fisik yang kita miliki untuk menggali seluruh potensi dan kekuatan tersembunyi yang kita miliki. Terus berprestasi dan senantiasa memberikan manfaat bagi setiap orang disekitar kita.

Kemalangan Atau Keberuntungan Dalam Hidup Kita

Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani miskin yang hidup dengan seorang putera nya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari begitu saja dari kandang menuju hutan.Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu berkata: “Wahai Pak Tani, sungguh malang nasibmu!”.

Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Keesokan hari nya, ternyata kuda pak Tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera ladang pak Tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan yang gagah perkasa. Orang2 dari kampung berbondong datang dan segera mengerumuni “koleksi” kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi, untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun menerima uang dalam jumlah banyak, dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tua nya.

Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: “Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan penuh semangat berusaha menjinakan kuda baru nya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat, sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya.

Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: “Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kaki nya. Perlu waktu lama hingga tulang nya yang patah akan baik kembali. Keesokan hari nya, datanglah Panglima Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan seluruh pemuda untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat.

Orang-orang di kampung berurai air mata melepas putra-putra nya bertempur, dan berkata: “Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …”

Kisah di atas, mengungkapkan suatu sikap yang sering disebut: non-judgement. Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan untuk memahami rangkaian kejadian yang diskenariokan Sang Maha Sutradara. Apa2 yang kita sebut hari ini sebagai “kesialan”, barangkali di masa depan baru ketahuan adalah jalan menuju “keberuntungan” . Maka orang-orang seperti Pak Tani di atas, berhenti untuk “menghakimi” kejadian dengan label-label “beruntung”, “sial”, dan sebagainya.

Karena, siapalah kita ini menghakimi kejadian yang kita sunguh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya nanti. Seorang karyawan yang dipecat perusahaan nya, bisa jadi bukan suatu “kesialan”, manakala ternyata status job-less nya telah memecut dan membuka jalan bagi diri nya untuk menjadi boss besar di perusahaan lain.

Maka berhentilah menghakimi apa –apa yang terjadi hari ini, kejadian –kejadian PHK , Paket Hengkang , Mutasi tugas dan apapun namanya . . . .yang selama ini kita sebut dengan “kesialan” , “musibah ” dll , karena .. sungguh kita tidak tahu apa yang terjadi kemudian dibalik peristiwa itu.

“Hadapi badai kehidupan sebesar apapun. Tuhan takkan lupa akan kemampuan kita. Kapal hebat diciptakan bukan untuk dilabuhkan di dermaga saja.”

kemalangan adalah keberuntungan

Sahabat, siapa sih orang yang tidak sedih ditinggalkan orang-orang tercinta-nya. Semua orang, Insya Allah, pasti akan bersedih. Bahkan seorang penjahat yang paling bejat pun akan merasa sedih dan menangis bila hal itu menimpanya. Apalagi kesedihan dan kemalangan itu menimpa diri kita secara terus menerus dan seakan-akan tidak ada habis-habisnya. Dan kadang kala disaat-saat seperti inilah jiwa kita menjadi labil, keimanan kita benar-benar di sedang di ujung tanduk, akan kah kita tetap teguh pendirian dengan keimanan kita atau menafikkan keberadaan-NYA. Mungkin kita merasa bahwa Allah tidak Adil, Allah tidak sayang, Allah tidak mengasihi, dan sebagainya. Sahabat, hal itu pernah saya alami sendiri dan hampir-hampir saya menjadi Atheis karenanya. Alhamdulillah, Allah berkenan menunjukkan kebesaran Cinta dan Kasihsayang-NYA kepada saya. Dan itulah yang akan saya bagi kepada sahabat-sahabat tercinta.

Sahabat, ketahuilah sesungguhnya kemalangan, kesedihan, dan cobaan yang datang bertubi-tubi menimpa diri kita adalah sebuah anugrah yang tak ternilai harganya. Sebab dengan ujian tersebut Allah hendak memilih kita menjadi kekasih-NYA dan semakin mendekatkan diri kita kepada-NYA. Bukankah dengan jalan kemalangan dan kesialan yang datang bertubi-tubi akan membuat diri kita semakin banyak berdoa dan berkeluh kesah kepada-NYA, sehingga semakin banyak waktu yang kita gunakan untuk selalu mengingat-NYA. Yang dengan demikian Allah hendak membuat diri kita kelak diingat oleh-NYA seperti kita mengingat-NYA selama hidup di dunia ini.

Sahabat, Allah memberikan dua pilihan kepada kita. Pertama, Kita diberikannya hidup dengan segala kemudahan dan kemewahannya sehingga kita menjadi seorang yang lalai mengingat-NYA sehingga nanti Allah pun akan melupakan kita seperti kita melupakan-NYA selama hidup di dunia ini. Kedua, Kita diberikan hidup dengan berbagai ujian dan kemalangan yang menerpa sepanjang hidup, sehingga kita senantiasa rajin ber-istighfar dan berdoa seraya mengingat-NYA dan kelak di akherat Allah akan menyambut kita dengan Senyuman serta mendekat-kan diri kita Kepada-NYA dan itu adalah kekal abadi. Kira-kira mana yang akan kita pilih? Kebahagian yang sesaat di dunia ini atau Kemalangan sesaat yang kita pilih? Silahkan renungkan sendiri.

Sahabat, kalau boleh saya ibaratkan diri kita ini seperti Guci dari negeri Tiongkok yang terkenal itu. Guci yang sangat indah dan kokoh itu dulu hanyalah segumpal tanah liat. Dan untuk menjadi sebuah guci yang indah harus mengalami beberapa fase proses yang panjang. Dari mulai tanah liat tersebut di hantam cangkul, di injak-injak, di guyur air, di press, kemudian di remet-remet untuk menjadi bentuk tertentu, di gores dengan pisau untuk menciptakan ornament, kemudian di jemur di terik matahari, kemudian di bakar di dalam oven bersuhu 1000 derajat. Dan hasilnya sungguh menakjubkan. Bukankah diri kita juga berasal dari tanah liat? Dan untuk menjadi bagus kita harus ditempa dengan segala bentuk ujian dan kemalangan, seperti layaknya guci keramik tersebut.

Sahabat, setiap diri kita mungkin pernah merasakan hal-hal yang kurang mengenakan dan tidak kita harapkan dalam hidup ini. Kita menjadi sedih karenanya, itu wajar dan memang seharusnya kita bersedih dan berduka. Dan bersyukurlah karena dengan kemalangan dan kesedihan itu akan membawa diri kita semakin dekat kepada-NYA, semakin banyak waktu yang kita gunakan untuk senantiasa mengingat-NYA, dan banyak hal lain lagi yang akan menuntun diri kita menjadi manusia yang mawas diri di hadapan-NYA. Bukankah Dia sudah menjelaskan kepada kita, bahwa hidup di dunia ini sekedar main-main belaka. Sebab kehidupan sejati akan kita dapatkan setelah kehidupan ini.

Sahabat, semoga uraian saya ini dapat menginspirasi buat pencerahan hati kita. Ingatlah Allah tidak pernah Tidur, Dia senantiasa sibuk mengurus urusan mahluk-NYA. Dan kita senantiasa diperhatikan oleh-NYA. Percayalah bahwa kemalangan yang kita dapati adalah sebuah keberuntungan yang tidak ternilai harganya. Sadarilah dan renungilah, semoga Allah berkenan pada diri kita.

nech ad lagi renungan dari andrie wongso
download aj d sini
http://www.andriewongso.com/index.php?option=sh34